Technoview

Mengupas Windows Defender, Antivirus Andalan PDNS yang Baru Dibobol Hacker

Kalapena.id – Kebobolan oleh hacker yang dialami Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Surabaya merupakan kabar buruk bagi era digitalisasi di Indonesia. Konon kabarnya, PDNS hanya menggunakan proteksi berupa Windows Defender untuk melindungi data penting seluruh penduduk Indonesia.

Mengenai sejarah Windows Defender, penulis akan paparkan sedikit. Pada awalnya merupakan antivirus yang dibuat oleh GIANT Company Software Inc, yang kemudian diakuisisi Microsoft pada akhir 2004.

Saat dipegang perusahaan besutan Bill Gates tersebut, namanya berubah menjadi Microsoft Antispyware versi beta pertama, yang dirilis pada Januari 2005. Microsoft terus mengembangkannya, dan di Oktober 2023, namanya berubah menjadi Windows Defender seperti yang dikenal saat ini.

Ilustrasi data center. F unsplash

Setiap sistem operasi Windows diinstal ke PC atau laptop sudah dilengkapi dengan Windows Defender. Jadi dengan kata lain, antivirus ini gratisan.

Meski gratisan, performanya cukup mumpuni untuk PC atau laptop sederhana, yang hanya digunakan untuk bekerja dan browsing ala kadarnya.

Fitur yang dimiliki cukup beragam, seperti real time protection, yang mengawasi jaringan internet dari ancaman malware dan kawan-kawannya selama 24 jam, lalu integrasi terpadu dengan peramban Microsoft Edge, serta perlindungan folder dari serangan ransomware. Defender juga tergolong antivirus ringan, sehingga tidak memperlambat kinerja PC dan laptop.

Dengan fungsi seperti itu, Windows Defender sudah cukup bagus bagi pengguna PC atau laptop yang lurus-lurus saja. Kalau bagi mereka yang suka bereksperimen atau menjelajahi dunia maya, maka akan lebih rentan terkena serangan virus dan malware.

Disini fungsi Windows Defender tidak akan cukup untuk melindungi si pengguna dari ancamana dunia maya. Mengapa penulis mengatakan seperti itu. Karena sejatinya, pengembang Windows Defender, yakni Microsoft bukanlah perusahaan yang fokus di sektor cyber security.

Microsoft adalah perusahaan yang fokus pada pengembangan sistem operasi windows. Produk lainnya yang fokus mereka kembangkan yakni Microsoft Office.

Baca juga :

Bisa dikatakan, cyber security hanya menjadi lini bisnis mereka yang kesekian. Makanya tidak heran, Windows Defender sangat jarang mendapat pembaruan atau update database.

Dalam dua bulan, belum tentu ada pembaruan sama sekali. Sekalinya ada, sepertinya hanya untuk memperbaiki kinerja dan menambah sedikit database soal virus dan kawan-kawannya.

Jika dibandingkan dengan antivirus profesional lainnya, seperti Kaspersky buatan Rusia, maka untuk urusan update sudah jelas tertinggal jauh.

Kaspersky ini tiap satu jam sekali selalu melakukan update database. Para ahli IT di perusahaan asal negeri tirai besi selalu melakukan penelitian dan memetakan perkembangan malware yang beredar di dunia maya.

Seperti yang diketahui, perkembangan virus komputer ini sangat cepat. Tiap hari selalu ada virus baru dan sejenisnya seperti malware, ransomware, worm, rootkit, dan lain-lain yang muncul dari tangan-tangan nakal para hacker.

Jika tidak diimbangi dengan kerja keras para ahli IT di seluruh dunia, mungkin sudah sejak lama dunia ini dikuasai oleh para hacker.

Nah, dengan lambatnya update Windows Defender, maka database virusnya selalu tertinggal dibanding antivirus lain. Dengan begitu, antivirus bawaan ini belum tentu bisa mengenali virus yang masuk ke PC kita, apalagi jika virus tersebut masih baru, gampang lolosnya dari pengamatan Defender.

Penulis pernah menggunakan Windows Defender dalam beberapa waktu, tapi karena merasa ada hal yang aneh dari PC yang digunakan, maka setelah itu mencoba menginstal antivirus lain, seperti Kaspersky.

Setelah discan full, teryata ada banyak virus, trojan, worm dan lain-lainnya yang lolos tanpa bisa disaring oleh Defender. Fakta ini cukup mengecewakan, apalagi penulis selalu rajin update Windows Defender ketika ada pemberitahuan.

Segi Keamanan, Linux Ungguli Windows

Ketika muncul pemberitaan di media massa mengenai PDNS yang menggunakan Windows Defender, penulis seakan tidak percaya. Sejatinya data center yang memiliki tingkat pengamanan yang tinggi sangat rentan jika servernya malah menggunakan Operating System (OS) Windows. Di seluruh dunia untuk server data center, biasanya OS Linux yang sering digunakan.

Bukan tanpa alasan, dari segi keamanan, Linux jauh lebih unggul dari Windows. Sebab dengan sistem terbuka atau open source dapat membantu pengembang mengidentifikasi adanya ancaman, sehingga masalah keamanan bisa ditangai dengan cepat.

Linux juga tidak terlalu rentan terhadap virus dan malware. Berbeda halnya dengan Windows yang lebih rentan dengan virus dan malware.

Ditambah lagi menggunakan Windows Defender, yang tidak cukup andal dalam mengamankan data seluruh Rakyat Indonesia yang tersimpan di PDNS, maka saya rasa bidang cyber security ini masih dianggap sebelah mata oleh para birokrat di tanah air yang kita cintai ini.

Kasus serupa sudah sering terjadi sebelumnya, dimana hacker bernama Bjorka berhasil meretas data-data rahasia, seperti data penduduk Indonesia, data pengguna SIM Card, hingga surat rahasia Badan Intelijen Negara (BIN) ke Presiden Jokowi.

Penulis hanya berharap pemerintah menyadari betapa pentingnya hal ini, dan melakukan segala upaya untuk meningkatkan keandalan cyber security dalam melindungi data pribadi warga tanah air.

Untuk datanya yang mungkin sudah bocor, maka siapkan diri untuk sering menerima telpon dari nomor tak dikenal, atau menjadi prospek marketing dari situs dating, penawaran kredit, promo leasing, dan lainnya yang akan cukup mengganggu aktivitas sehari-hari (kalapena).

Leave a Reply