Kalapena.id – Tulisan kali ini agak jauh pembahasannya sampai ke Vietnam. Bagaimana perasaanmu (bagi seorang muslim) bisa berkunjung ke masjid satu-satunya di negara minoritas Islam? Tak cuma datang menapakkan kaki, kamu juga mengambil air wudhu dan mengerjakan salat fardhu di sana.
Bagi penulis, secara pribadi pastinya ada rasa senang. Bangga bisa salat di masjid tersebut. Pengalaman ini penulis alami sekira Oktober 2019 (sudah 5 tahun lalu, sudah banyak lupanya sekarang. Hehehe). Kala itu penulis dan empat orang lainnya jalan-jalan ke Vietnam. Lebih tepatnya ke Kota Sapa. Pembahasan terkait jalan-jalan ke Sapa, Vietnam akan ditulis di artikel terpisah ya.
Nah, intinya penulis sampai di depan sebuah masjid yang berada di Jl Hang Luoc Nomor 12, Distrik Hoam Kiem, atau sekitar 1,5 Km dari kantor Kedutaan Besar RI di Hanoi. Nama masjid itu adalah Masjid Al Noor atau Al Noor Mosque, dan satu-satunya masjid di Hanoi, Ibu Kota Vietnam.
Lokasi masjid ini tak jauh dari terminal bus, Stasiun Kereta Api Long Bien, dan Pasar Dong Xuan yang merupakan pasar tradisional pertama dan bersejarah di Hanoi.
Kedatangan penulis ke masjid yang dominan dicat warna putih ini bukan tak disengaja. Penulis memang sengaja datang berjalan kaki ke Masjid Al Noor dari hotel tempat kami menginap (tak jauh dari hotel), berbekal melihat map di handphone.
Selama beberapa hari berada di Sapa, penulis tak menemukan masjid di sana. Baru setelah kami berpindah lagi ke Hanoi, penulis bisa melihat masjid secara langsung di Vietnam berbekal searching di internet.
Singkatnya, pertama kali tiba di masjid ini kita akan disambut sebuah gapura bercat putih. Ada tulisan dengan tiga bahasa di situ dengan cat hijau. Pertama Bahasa Arab–Masjid Al Noor, kedua Bahasa Inggris–Al Noor Mosque, dan ketiga Bahasa Vietnam–Thanh Duong Hoi Giao Al Noor.
Begitu masuk ke area masjid, suasana terasa hening. Mungkin ini karena tak banyak orang di masjid. Lagi pula, penduduk muslim di Hanoi memang tak banyak. Dari literatur, jumlahnya tak sampai 500 orang saat itu.
Sekadar informasi, ruangan Masjid Al Noor tak begitu besar. Kalau di Indonesia, ukuran masjid ini seperti umumnya musala. Jadi memang tak bisa menampung banyak jemaah salat di sini. Apalagi untuk Salat Jumat. Perkiraannya mungkin hanya bisa 200-an jemaah.
Bagian dalam masjidnya pun sederhana. Ada Al Quran, berbagai kitab dan buku tersusun di beberapa rak di samping ruang utama masjid ini.
Saat itu, penulis sempat melaksanakan Salat Isya di masjid ini. Jemaah tak banyak. Kalau tak salah ingat, untuk perempuan cuma ada dua orang saat itu. Satu di antaranya penulis sendiri.
Baca juga :
- Jembatan Dompak, Etalase Senja Nan Menawan di Ibukota Kepri
- Aturan Masuk dan Panduan Berlibur ke Malaysia dari Batam
- Oase di Tengah Padang Pasir, Mengungkap Pesona dari Gurun Pasir Bintan
Oh ya, saat akan masuk ke masjid ini penulis sempat berpapasan dengan orang India (laki-laki). Dia karyawan di Little India, rumah makan halal yang kami datangi saat santap siang, beberapa jam sebelum kami datang ke masjid.
Dia tanda dengan wajah penulis karena saat di sela-sela makan siang, penulis sempat bertanya musala di tempat makan itu dengannya. Ternyata tak ada musala di tempat kerjanya.
Orang India ini baru keluar dari Masjid Al Noor. Dia pun sempat bertanya, tadi kami ada empat orang (satu tinggal di hotel) makan siang di Little India. Kemana dua orang lagi? Hotel.
Memang yang datang ke Masjid Al Noor ini cuma penulis dan adik penulis (ngekor jalan-jalan kakaknya). Sedangkan tiga orang lagi yang ikut dalam perjalanan ini tetap di hotel.
Sekilas tentang Masjid Al Noor
Dilihat dari gaya arsitekturnya, Masjid Al Noor termasuk masjid kuno di Hanoi alias sudah lama dibangun. Memang benar.
Mengutip dari khazanah.republika.co.id, Masjid Al Noor dibangun pada 1890. Penuturan Ustaz Nasir, imam masjid di situ, Masjid Al Noor dibangun oleh pedagang dari India.
Meski sudah berusia lebih dari satu abad, bangunan masjid masih tampak kokoh saat penulis datang 2019 lalu. Masjid ini juga kerap jadi destinasi wisata religi bagi wisatawan muslim, khususnya dari Indonesia dan Malaysia.
Bagaimana kehidupan beragama di negara sosialis-komunis? Menurut Nasir, Pemerintah Vietnam tidak terlalu mengekang kehidupan beragama masyarakatnya.
Azan memang tak dikumandangkan dengan pengeras suara di sana, melainkan cukup diperdengarkan di dalam masjid. Tetapi kegiatan ibadah secara umum tak dilarang. Buktinya Nasir masih bisa menjalankan aktivitas sebagai imam masjid, mengimami salat lima waktu, menggelar kajian agama, hingga mengislamkan warga Hanoi.(pikarenji).