Kalapena.id – Kejutan terjadi di liga sepakbola Jerman, Bundesliga musim 2023/2024. Untuk pertama kalinya, Bayer Leverkusen berhasil menjadi juara pada pekan 29 tanpa pernah kalah sama sekali. Bukan hanya di Liga Jerman saja, bahkan di gelaran DFB-Pokal dan Europa League, tim besutan Xabi Alonso juga belum pernah merasakan kekalahan.
Tim ini pada akhirnya mencongkel dominasi tim Bavaria, Bayern Muenchen yang telah bertahta selama 11 tahun. Pada akhirnya, tim ini juga ikut menghapus julukan olok-olok yang selama ini melekat pada mereka, yakni Neverkusen.
Kutukan Neverkusen atau sebutan lainnya dalam Bahasa Jerman, Vizekusen yang secara harfiah bermakna tim yang selalu runner-up. Julukan ini menyusul kegagalan Leverkusen dalam mengawinkan tiga gelar sekaligus yakni Bundesliga, DFB-Pokal (Piala Jerman) dan Liga Champions pada musim 2001/2002 lalu.
Kesuksesan tim yang juga punya julukan Werkself (Skuat Pabrik) ini berkat tangan dingin pelatihnya, Xabi Alonso. Xabi datang saat Leverkusen tengah terpuruk di posisi bawah Bundesliga musim 2022/2023. Perlahan tapi pasti, ia mengangkat performa tim, sehingga pada akhir kompetisi, Leverkusen mampu duduk di peringkat 6 dan lolos ke Europa League.
Pada musim yang sama, Leverkusen juga mampu melaju ke semifinal Europa League, sebelum dihentikan tim Italia, AS Roma. Dengan pemain yang terbatas, Xabi bisa memaksimalkan performa anak asuhnya.
Memasuki musim 2023/2024, manajemen Leverkusen mengeluarkan uang sebesar 90,3 juta Euro untuk berbelanja pemain. Adapun pemain yang didatangkan yakni dua pemain belakang, Alex Grimaldo dari Benfica) secara free transfer, dan Arthur dari America Mineiro dengan mahar 7 juta Euro.
Selanjutnya midfielder berpengalaman dari Monchengladbach, Jonas Hofmann senilai 10 juta Euro. Kiper pelapis dari Manchester United, Matej Kovac senilai 5 juta Euro, serta penyerang Nathan Tella dari Southampton senilai 23,3 juta Euro.
Leverkusen juga meminjam dua orang pemain, yakni pemain belakang Josef Stanisik dari Muenchen serta penyerang Borja Iglesias dari Real Betis.
Rekrutan terbaik Xabi musim ini, yakni midfielder yang didatangkan dari Arsenal, Granit Xhaka (25 juta Euro), serta penyerang Victor Boniface dari klub Belgia, Union Saint Gilloise dengan mahar 20 juta Euro.
Xhaka, kapten tim nasional Swiss memiliki pengalaman bermain di liga paling kompetitif sedunia. Sedangkan Boniface merupakan penyerang komplit dengan postur tubuh tinggi, stamina yang prima, serta kecepatan yang bagus.
Dengan pengalamannya, Xhaka mampu memimpin lini tengah Leverkusen. Sementara Boniface, meskipun tidak memiliki rekening gol yang menyilaukan, ia mampu menjadi pemantul bola dan membuka ruang bagi rekan-rekan lainnya.
Strategi yang diterapkan Xabi untuk permainan Leverkusen mirip seperti strategi tim nasional Spanyol, yakni ball posession tinggi dengan umpan-umpan pendek. Ketika kehilangan bola, tim ini cukup sabar untuk melihat momen yang tepat dalam melancarkan serangan balik mematikan.
Tidak heran Xabi menerapkan strategi semacam ini, apalagi mengingat karirnya saat menjadi pemain dihabiskan di tim-tim besar yang mengutamakan ball possession tinggi dan open play, seperti Liverpool, Muenchen, dan Real Madrid. Ia juga merupakan punggawa Spanyol yang menjuarai Euro Cup 2008 dan 2012, serta World Cup 2010.
Selain itu Xabi juga banyak menyerap ilmu dari berbagai pelatih top dunia, seperti Carlo Ancelotti, Pep Guardiola, Rafael Benitez dan Jose Mourinho.
Dalam pertandingan, Xabi menerapkan formasi 3-4-2-1 yang kerap mengandalkan dorongan dari bek sayap serta ball posession tinggi. Pemain kunci yang mampu mengejawantahkan pola ini dimulai dari lini belakang yang dikomandoi Jonathan Tah. Sektor pertahanan Leverkusen sangat kuat, di Bundesliga saja baru kebobolan 19 gol, bandingkan dengan Muenchen di peringkat 2 yang sudah kebobolan 36 kali.
Vice captain Leverkusen yang juga bek nasional Jerman ini telah bermain bersama tim sejak tahun 2015. Lalu di lini tengah ada Granit Xhaka yang mengatur ritme permainan. Ia juga bagus dalam aspek bertahan.
Di sektor sayap, Xabi mengandalkan dua bek sayap bertenaga badak, yakni Grimaldo dan Jeremie Frimpong. Dua pemain ini mampu menyerang dan turun bertahan dengan sama baiknya.
Sementara di sektor depan, ada Boniface yang didukung oleh talenda muda Florian Wirtz dan Jonas Hofman. Kelima pemain yang penulis sebutkan tadi sangat jarang keluar dari starting line up utama, dimana Xabi kerap sekali melakukan rotasi antar pemain agar bisa berlaga dengan optimal di tiga kompetisi yang mereka ikuti.
Strategi Xabi Alonso
Strategi Xabi yang kerap kita saksikan di layar kaca tergolong cukup berani. Ball possession tinggi merupakan strategi jamak yang sering dilakukan tim dengan pemain, yang punya skill olah bola tingkat tinggi. Tapi Leverkusen memainkannya dengan berbeda dan lebih all-out.
Ball possession yang kerap mereka mainkan juga diiringi dengan pressing tingkat tinggi. Tiga bek belakang dalam formasi 3-4-2-1 bukan hanya sebagai lapis pertahanan, tapi juga menjelma menjadi tukang pressing lawan.
Lini belakang yang dikomandoi Jonathan Tah kerap memainkan defence line yang cukup tinggi untuk menekan lawan. Sementara itu lini tengah Leverkusen memainkan peran yang cukup dinamis, dimana empat pemain bergerak mobile untuk mengisi posisi kosong yang ditinggalkan rekannya.
Pemain bek dan gelandang Leverkusen kerap menekan lawan dalam formasi square atau triangle, dengan mempersempit ruang penguasaan bola lawan. Posisi bek sayap yang dekat dengan pinggir lapangan memberikan opsi passing, memberi tim kelebaran dan kekompakan yang dibutuhkan untuk membangun permainan yang efektif. Hal tersebut juga menyebabkan lawan kesulitan mengembangkan permainnya.
Saat menghadapi tim dengan ball possession lebih baik, seperti Muenchen, 11 Februari 2024 lalu, Leverkusen memilih bersabar. Meski kalah telak dalam penguasaan bola, mereka menunggu momen yang tepat untuk menghantam Hollywood FC dengan serangan balik yang mematikan.
Hasilnya tim dari negara bagian Nordrhein Westfallen ini mampu menghajar Muenchen dengan skor telak 3-0. Momen ini menjadi titik penting dalam adu pacu antara keduanya. Setelah itu tim dari Bavaria terlihat lesu, sehingga Leverkusen mampu memperlebar jarak.
Beralih ke lini serang, lini ini kerap dijadikan pemantul bola atau penarik perhatian lawan, sehingga banyak celah yang terbuka untuk dimanfaatkan pemain tengah.
Maka tidak heran, dari total 116 gol yang disarangkan ke gawang lawan oleh Leverkusen di semua kompetisi, tidak ada yang terlalu menonjol. Top scorer mereka Boniface dengan 18 gol, yang terdiri dari 11 gol Bundesliga, 2 DFB-Pokal, dan 5 di Europa League.
Baca juga :
- Euro Cup 2024, Panggung Pembuktian Die Mannschaft dan Gli Azzurri
- Bintang Dua Inter Milan, Scudetto Termanis Sepanjang Masa
- Mereka yang Menangis dan Tertawa di Penghujung Serie A Italia 2023//2024
Lalu ada Wirtz dengan total 17 gol. Patrick Schick 11 gol, Alex Grimaldo 11 gol, Jeremie Frimpong 11 gol dan Jonas Hofmann 8 gol. Seperti yang dapat dilihat, seluruh lini di Leverkusen aktif mencetak gol, lihat saja pada capaian Grimaldo dan Frimpong. Bahkan bek sentral seperti Tah saja mampu mencetak 6 gol.
Dengan meratanya jumlah gol dari semua lini, hal ini menunjukkan dinamika mobilitas yang terjaga dalam permainan Leverkusen. Semua lini aktif menekan lawan, dan mampu mengambil kesempatan mencetak gol, ketika peluang terbuka lebar.
Pada akhirnya, Leverkusen pun menjelma menjadi tim yang sangat efektif. Mereka jarang menang besar, tapi juga jarang memberikan kesempatan lawan untuk mengembangkan permainannya. Hal ini juga dapat menjaga tingkat kebugaran pemain dan mengunci kemenangan, tanpa perlu grasa-grusu berpesta gol ke gawang lawan. Hingga saat ini, para pemain dari tim ini jarang mengalami cidera yang serius.
Dari sisi psikologis, Xabi juga mampu membangun atmosfir yang positif dalam tim. Karirnya yang moncer sebagai pemain dan kapabilitas leadershipnya juga ikut andil dalam menentukan pilihan pemain. Banyak transfer pemain seperti Xhaka yang terjadi karena keberadaan Xabi di dalam tim.
Xabi juga memastikan akan bertahan semusim lagi, meski banyak dikaitkan dengan kepindahannya ke klub-klub besar seperti Liverpool dan Barcelona. Maka dengan begitu, Leverkusen tampaknya perlu diperhitungkan lagi dalam waktu lama di Eropa, apalagi jika mereka tidak terkalahkan di semua kompetisi yang diikutinya musim ini. Alles Gute Leverkusen! (kalapena).