Just Story

Lomba Sampan Layar Belakangpadang, Tradisi Hari Kemerdekaan Sejak 1959

Kalapena.id – Lomba sampan layar menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia tiap 17 Agustus di Pulau Belakangpadang merupakan momen yang banyak dinanti penduduk lokal maupun para pelancong dari pulau sekitar, seperti Batam dan lainnya. Konon tradisi maritim ini sudah dilakukan sejak tahun 1959.

Penulis sendiri merasakan antusiasme dari para pelancong saat berkunjung ke Pulau Penawar Rindu pada 17 Agustus 2023 kemarin. Cuaca cukup bersahabat saat itu untuk memulai perjalanan ke pulau yang terletak di sebelah barat Batam tersebut.

Sejak melangkahkan kaki di Pelabuhan Pancung Batam, antrian panjang mengular sudah menjadi makanan sehari-hari tiap tahunnya. Dalam sekali antrian, bisa dua atau tiga baris antrian.

Lomba sampan layar di Pulau Belakangpadang selalu diminati pelancong lokal. F dok kalapena

Sebagian besar tujuan dari warga Batam pergi ke Belakangpadang memang untuk menikmati lomba sampan layar, sekaligus pesta rakyat di Alun-Alun Belakangpadang. Sementara tujuan lainnya beragam, misalnya liburan ke rumah kerabat, atau karena ada kerjaan.

Karena padatnya calon penumpang, penambang (sebutan pengemudi perahu pancung) juga terlihat sangat sibuk hilir mudik Batam-Belakangpadang yang berjarak hanya sekitar 12 kilometer ini.

Bahkan, petugas tiket juga tampak kebingungan melayani satu per satu antrian tersebut. Ia terlihat sering meninggalkan loketnya untuk mengatur penambang yang juga tak kalah bingungnya.

Terkadang ada penambang yang datang langsung ke kerumunan calon penumpang, langsung menawarkan diri untuk mengantar rombongan penumpang langsung ke Belakangpadang. Jadi, bayarnya tidak perlu di loket lagi, tapi langsung ke penambang setelah sampai di tujuan.

Begitulah pemandangan yang bisa dilihat sebelum keberangkatan menuju Belakangpadang. Kalau datang pukul 10.00 WIB, maka biasanya harus menunggu sekitar 30 menit atau lebih untuk mendapatkan tiket. Terkadang kalau terlalu banyak, si petugas tiket malah tutup loket sementara waktu.

Setelah menunggu lama, tiket pun dipegang. Kemudian melangkahkan kaki pelan-pelan turun menaiki perahu pancung. Belakangpadang yang juga dikenal sebagai Pulau Penawar Rindu ini sudah menanti. Tujuan hanya satu, yakni mengabadikan momen lomba sampan layar, yang sudah berlangsung sejak tahun 1959 tersebut.

Cuaca di hari kemerdekaan cukup cerah, dan bahkan menjelang tiba di Pelabuhan Kuning Belakangpadang malah semakin panas terik. Dari kejauhan, penonton lomba tersebut sudah berjubel memenuhi lorong-lorong pelabuhan. Sementara di sisi lain, banyak juga terpantau berada di dermaga Bea Cukai (BC) yang menjorok ke lautan.

Mendekati pelabuhan, perahu yang ditumpangi berjalan pelan-pelan, karena banyak juga penonton yang nonton lomba sampan, juga ikut-ikutan naik sampan.

Baca juga :

Tak jauh dari pelabuhan, ada Alun-Alun Belakangpadang yang tampak ramai dengan berbagai tenda dan juga stand-stand kuliner serta aksesoris. Di tengah alun-alun, ada panggung hiburan. Di sisi panggung, ada tenda makanan, khusus untuk warga setempat dan juga para pelancong.

Saat itu, semua mata memang tertuju pada lautan. Di tengah teriknya panas matahari, tampak 24 sampan layar atau biasa dikenal warga lokal sebagai kolek ini tengah menari-nari di atas ombak. Segala keahlian dan manuver ditunjukkan untuk menjadi yang terbaik. Bagi yang menyaksikan, pertunjukan tersebut seperti hiburan berkelas. Ya hiburan klasik yang sudah menjadi tradisi dari era orde lama di lautan perbatasan negeri.

Selain lomba sampan layar, ada juga lomba speed boat. Kalau yang ini, tentu lombanya lebih modern, karena yang dimainkan adalah keahlian bermanuver dengan mesin. Kebut-kebutan speed boat ini juga tak kalah seru, layaknya menonton MotoGP, tapi yang ini sirkuitnya berada di lautan.

Perahu kolek yang digunakan dalam sampan layar. F dok kalapena

Berawal dari Lomba Sampan di Singapura

Saat menemui tokoh masyarakat yang juga ketua panitia lomba sampan layar ini, Musa Jantan tersenyum ramah menyambut sejumlah orang yang hendak mengobrol dengannya. Pria ini juga seorang yang sudah lama hidup di lautan.

Sejak tahun 1959, ia telah mengawal lomba sampan layar ini agar tetap terlestarikan, sehingga tidak hilang dibabat zaman yang semakin modern.

Menurut Musa, lomba sampan layar ini masih menjadi budaya yang terus dilestarikan. Pesertanya sendiri banyak dari luar Belakangpadang, seperti dari Pulau Gundap, Pulau Selat Nenek, Pulau Sugi dan sekitarnya.

Untuk tahun 2023 kemarin, jumlah peserta memang agak berkurang. Ada banyak sebabnya, mulai dari banyak kolek yang sudah rusak. Dan terakhir, banyak pemilik kolek yang sudah meninggal.

Musa kemudian menceritakan ikhwal mula terciptanya lomba sampan layar. Dahulu saat masih muda, ia dan teman-temannya sering berlomba sampan di Singapura, sekitar tahun 1950-an.

Lalu, setelah Singapura dibawah kepemimpinan Lee Kuan Yew mulai tahun 1959, maka lomba sampan layar dipindahkan ke Belakangpadang.

Menurut Musa, tidak mudah untuk menjadi kru sampan layar. Ada 3 posisi penting yang harus diisi para ahlinya. Posisi pertama dan yang paling penting, yakni damar. Damar ini orang yang berpegangan pada tali dogang, kakinya berada di tepi sampan, dan posisinya agak sedikit menungging.

Tali dogang ini berhubungan dengan layar. Fungsinya yakni untuk mengendalikan dan menstabilkan layar. Lalu, ada pedugang 1 dan 2. Dua orang ini bertugas menyeimbangkan sampan. Kalau angin kuat ke kiri, maka pedugang kiri harus pindah ke kanan untuk menyeimbangkan kapal, begitu juga sebaliknya. Kalau luput sekali saja, kapal bisa terbalik. Dan terakhir yakni tekong. Tugasnya menjaga haluan dan menjadi juru pandu dalam regu tersebut.

Lomba sampan layar yang berlatarkan Kilang Pertamina di Pulau Sambu. F dok kalapena

Kalau soal layarnya itu, pakai kain parasut yang dijahit tangan. Banyak terdapat di Batam, satu gulungan itu seharga US$ 15 dolar.

Dulu, orang Singapura sangat suka mengikuti lomba sampan layar ini, bahkan sering juga jadi sponsor. Bagi orang-orang pulau yang hidup pada era 1960-an, bermain sampan menjadi hobi utama. Selain seru dan menguji ketangkasan, juga bertujuan untuk menjaga kekompakan.

Malam sebelum 17 Agustus, banyak warga Batam dan pulau-pulau sekitar yang sudah mulai datang ke Belakangpadang. Ada yang menginap di rumah kerabatnya, tidur di rumah kawan dan lainnya.

Musa menegaskan bahwa lomba sampan layar ini sudah menjadi semacam tradisi kumpul-kumpul di Belakangpadang, sekaligus juga pesta rakyat. Lomba sampan layar ini sudah menjadi ikon dan akan terus dipertahankan (kalapena).

Leave a Reply